Penulis : Wiji Astuti, S.T
Bangka Barat, TajukBabel.com
Guru adalah pemegang kendali utama dalam perencanaan pembelajaran di kelas. Setelah melewati beberapa kali pertemuan di kelas, guru tentu sudah mengenal potensi dan karakter siswa selama dalam bimbingannya. Hal ini dilakukan setelah melalui berbagai model pembelajaran baik teori maupun praktik. Di dalam suatu kelas biasanya terdiri dari berbagai macam karakteristik siswa seperti kurang aktif, tidak percaya diri, acuh pada pelajaran, kurang tanggung jawab, daya tangkap lambat, daya tangkap cepat, rajin, tanggung jawab, dan sebagainya. Siswa rajin dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi akan selalu sungguh-sungguh mengikuti setiap proses yang dilakukan guru baik itu saat memberikan materi maupun demonstrasi dan selalu dapat melaksanakan tugas yang diberikan secara baik dan sempurna. Sebaliknya, siswa malas, acuh, lambat menerima pelajaran, kurang percaya diri, biasanya bersikap pasif pembelajaran bahkan ada yang tidak mampu menyelesaikan tugas dengan baik.
Konsep tujuan pembelajaran adalah deskripsi pencapaian tiga aspek kompetensi, yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang diperoleh murid dalam satu atau lebih kegiatan pembelajaran sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi. Dalam hal ini, untuk mengatasi permalasahan siswa yang pasif pembelajaran maka guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif di kelas.
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah pembelajaran berkelompok. Cooperative learning adalah aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajaran yang di dalamnya, setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri serta didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota kelompok yang lain (Roger, dkk dalam Huda, 2015, hlm. 29). Sedangkan menurut Warsono & Hariyanto (2014, hlm. 161) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang melibatkan sejumlah kelompok kecil siswa bekerja sama dan belajar bersama dengan saling membantu secara interaktif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Menurut Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 72) mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif yaitu :
1. Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis.
2. Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa.
3. Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.
siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
3. Siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya.
4. Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya.
5. Selain kelebihannya, pendekatan pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lie (1999: 29) yaitu:
6. Siswa yang dibagi dalam kelompok kemudian diberikan tugas. Akibatnya siswa merasa ditinggal sendiri dan karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerjasama menyelesaikan tugas tersebut sehingga menimbulkan kekacauan dan kegaduhan.
Berdasarkan pernyataan beberapa ahli di atas dan membandingkan dengan fakta yang telah diterapkan oleh guru melalui model pembelajaran kooperatif, maka pernyataan tentang kelebihan dan kelemahan
pembelajaran kooperatif tersebut benar.
Namun penerapan pembelajaran kooperatif dapat memberikan perubahan pada siswa yang pasif saat pembelajaran. Berdasarkan proses yang pernah dilakukan guru, melalui pembelajaran kooperatif Jigsaw, dimana menurut Isjoni (2009:74-88), pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran dengan Jigsaw yakni adanya kelompok asal dan kelompok ahli dalam kegiatan belajar mengajar.
Setiap siswa dari masing-masing kelompok yang memegang materi yang sama berkumpul dalam satu kelompok baru yakni kelompok ahli. Masing-masing kelompok ahli bertanggung jawab untuk sebuah materi atau pokok bahasan . setelah kelompok ahli selesai mempelajari satu topik materi keahliannya, masing-masing siswa kembali ke kelompok asal mereka untuk mengajarkan materi keahliannya kepada teman-temannya dalam satu kelompok diskusi.
Siswa yang aktif tersebut memiliki rasa tanggung jawab untuk mentransfer ilmu pada teman-teman sekelompoknya demi kemajuan kelompoknya, disisi lain bagi siswa yang menerima transfer ilmu juga memiliki tanggung jawab harus mampu menyerap ilmu yang ditarnsfer oleh teman tersebut demi kemajuan kelompoknya.
Selain itu, biasanya pada akhir tugas kelompok, guru memberikan tanggung jawab untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya bahkan kadang dilakukan kembali tes individu jika pembelajaran tersebut adalah kegiatan praktik.
Jika penerapan ini sering dilakukan baik dalam pembelajaran teori maupun praktik, maka akan membiasakan semua siswa menjadi aktif dalam pembelajaran dan memberikan dampak positif pada kepercayaan diri siswa. Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif juga dapat menghasilkan kelemahan apabila kegiatan tersebut tanpa kontrol guru dan tidak diketuai seorang anggota kelompok yang aktif dan bertanggung jawab. Namun kelemahan ini dapat diatasi dengan cara pembagian kelompok dilakukan dalam pengawasan guru contohnya setiap kelompok harus ada minimal 1 (satu) siswa yang dipandang lebih aktif dan kompeten dari anggota kelompoknya.
Selain model pembelajaran kooperatif Jigsaw, Masih banyak lagi variasi model pembelajaran kooperatif jenis lainnya, seperti Team Game Tournament (TGT), Student Team Achievement Division (STAD), Group investigation (GI), Rotating Trio Exchange, Group Resume. Masing-masing memiliki makna yang berbeda-beda. Namun menurut Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono (2009:59) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan yaitu adanya saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi promotif, komunikasi antar anggota, pemrosesan kelompok.
Selain unsur tersebut, masing-masing variasi model pembelajaran kooperatif memiliki sintak yang berbeda-beda. Menurut Elliot Aronson (2008) mengemukakan ada 10 (sepuluh) langkah mudah dalam Jigsaw,yaitu Membagi 5 atau 6 siswa menjadi satu kelompok Jigsaw yang bersifat heterogen, menetapkan satu siswa dalam kelompok menjadi pemimpin, membagi pelajaran menjadi 5 atau 6 bagian, setiap siswa dalam kelompok mempelajari satu bagian pelajaran, memberi waktu pada siswa untuk membaca bagian materi pelajaran yang telah ditugaskan kepadanya, siswa dari kelompok Jigsaw bergabung dalam kelompok ahli yang mempunyai materi yang sama, dan berdiskusi, kembali ke kelompok Jigsaw, siswa mempresentasikan bagian yang dipelajari pada kelompoknya, kelompok Jigsaw mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas, diakhir kegiatan siswa diberikan soal untuk dikerjakan mengenai materi.
Dari pengalaman tersebut, guru dapat menerapkan variasi model pembelajaran kooperatif sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Melalui penerapan pembelajaran kooperatif ini hasil yang diperoleh adalah peningkatan prestasi belajar siswa sekaligus dapat mengajarkan siswa saling berbagi, bertanggung jawab dan lebih percaya diri.
Sumber : Wiji Astuti, S.T
SMK Negeri 1 Parittiga